Di masa sekarang ini, banyak orang lebih sibuk dari sebelumnya, tetapi rasanya mereka juga tidak lebih berbahagia dari sebelumnya. Mengapa? Mungkinkah kita telah lupa bagaimana caranya untuk asah rohani agar tetap tajam? Tidaklah salah dengan aktivitas dan kerja keras, tetapi tidaklah seharusnya kita sedemikian sibuknya sehingga mengabaikan hal-hal yang sebenarnya sangat penting dalam hidup, seperti kehidupan pribadi, menyediakan waktu untuk berdoa, hening, untuk merenungkan kebaikan Tuhan dan lain sebagainya.
Kita semua membutuhkan waktu untuk tenang, untuk berpikir dan merenung, untuk belajar dan bertumbuh. Bila kita tidak mempunyai waktu untuk olah rohani, kita akan tumpul dan kehilangan efektifitas. Jadi mulailah dari sekarang, memikirkan cara bekerja lebih efektif dan menambahkan banyak nilai ke dalamnya.
Pandangan umum, bahwa hidup manusia itu terdiri dari badan dan jiwa, jasmani dan rohani. Akan tetapi dalam penghayatan sehari-hari sering terjadi berat sebelah sehingga kurang harmonis. Aristoteles misalnya, berpandangan bahwa badan adalah penjara jiwa, penghambat perkembangan rohani dan jiwa manusia. Oleh kerena itu badan harus disiksa sedemikian sehingga jiwa dilepaskan dari penjaranya. Bertapa di padang gurun, bermati-raga menjadi cara hidup yang sesuai pada zaman itu!
Orang modern sangat mengagungkan materi, sehingga muncul istilah materialistis, konsumeris dan hedonis! Waktu adalah uang! Mereka banyak melalaikan aspek hidup rohani. Akibatnya banyak orang yang secara materi berkecukupan, bahkan berkelimpahan, tetapi jiwa, hati dan batinnya kering dan nyaris mati. Itu nampak dalam semangat dan mentalitas hidupnya: mudah patah semangat, gampang putus asa, tak berpengharapan, pesimis, takut, mudah menyerah dan pasrah! Sibuk, tidak punya waktu! Itulah yang sering kita alami dalam hidup sehari-hari. Kita punya begitu banyak acara: habis acara yang satu pindah ke acara yang lainnya. Akibatnya hidup seperti mesin, rutin belaka, yang penting semua berjalan baik, lepas dari penghayatan dan kesadaran kita terhadap kegiatan yang kita lakukan. Tanpa kesan dan warna! Kalau sudah begini kita mudah kehilangan api kehidupan.
Untuk menjadi manusia yang utuh dan dewasa kita perlu mengembangkan aspek keduanya. Yang jasmani dan yang rohani. Orang yang mengejar kekayaan materi saja cenderung melupakan sisi hidup batinnya. Padahal jiwa adalah pangkal hidup kita.
Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya (bdk. Mrk 8:36, Luk 21: 34). Tentu kita juga tak boleh mengabaikan materi, karena kita (jiwa) tidak hidup di angkasa melainkan dalam dunia nyata.
Hendaklah kita menyelaraskan, tidak ekstrim!
Ora et Labora! (LS)