Siapa yang Paling Siap Menerima Kabar Baik?

Paus Paulus VI dalam Imbauan Apostolik ‘Evangelii Nuntiandi’ artikel no 6 mengatakan: …. Yesus pergi dari satu kota ke kota yang lain, sambil mewartakan kepada kaum termiskin, yang kerap kali justru yang paling siap menerima Kabar Gembira….

Mengapa dikatakan orang miskin yang paling siap menerima Kabar Baik?

Pada jaman Yesus, orang miskin pada umumnya terdiri dari para budak dan pekerja lepas. Budak – sudah pasti tidak mempunyai hak apapun. Bahkan tidak mempunyai apapun juga. Mereka hanya berharap belas kasihan dari majikannya. Pekerja lepas, kalau mendapakan pekerjaan, akan mendapatkan upah 1 dinar per hari – yang hanya pas pasan untuk keperluan 1 hari. 

Baik budak maupun pekerja lepas, tidak bisa mengharapkan bantuan dari orang lain. Setiap hari mereka hanya berharap belas kasihan dari Allah. Mereka menempatkan diri di posisi yang paling rendah dan melihat ke atas – ke Allah, dan berdoa memohon pertolongan dari Allah. Karena mereka hanya berharap kepada Allah, dan hanya mengandalkan Allah, maka mereka yang paling siap menerima Kabar Baik.

Bagaimana dengan kita hari ini? Apakah saya harus miskin agar siap menerima Kabar Baik? Tidak. Yang penting, siapa atau apa yang kita harapkan dan andalkan. Kalau saya mengandalkan kebaikan saya, kekayaan saya, kepintaran saya, koneksi saya, maka saya tidak siap menerima Kabar Baik. Sebaliknya kalau saya mengandalkan belas kasih Tuhan Allah, maka saya siap menerima Kabar Baik. 

Ada orang miskin yang mengandalkan dirinya ada juga yang mengandalkan Tuhan. Ada orang kaya yang mengandalkan dirinya ada juga yang mengandalkan Tuhan.

Maka, apakah saya siap menerima Kabar Baik, bukan tergantung saya kaya atau miskin. Tapi siapa yang saya andalkan. (GT)