Ketulusan vs Kesombongan

Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini:
“Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. 
(Luk 18:11-12) 

Orang Farisi itu berdoa dan merasa bahwa dirinya lebih baik dari si pemungut cukai.

Ketika diri kita menjadi sombong dan merasa lebih baik dari orang lain, maka segala hal baik yang kita lakukan bisa menjadi tidak berarti di mata Tuhan.

Manusia cenderung memamerkan kebaikan atas setiap tindakan yang telah dilakukannya.

Melalui ayat ini, kita diingatkan kembali bahwa yang terpenting dari semua itu adalah kerendahan hati yang senantiasa diiringi oleh tindakan dan pertobatan yang tulus kepada Tuhan. 

Oleh karena itu, betapa pentingnya kita untuk dapat melakukan setiap kebaikan dengan tulus dan tetaplah menerima Sakramen Tobat dengan sungguh-sungguh secara rutin. 

Sebagai seorang manusia yang seringkali terjatuh dalam dosa, sepantasnyalah kita memohon ampun, meminta rahmat dan kerahiman Allah untuk mengampuni segala dosa-dosa kita. 

Melalui perisitiwa yang terdapat dalam ayat itu, kita diingatkan kembali untuk tetaplah berbuat kebaikan dengan hati yang tulus dan ikhlas tanpa perlu menyombongkan diri apalagi menjelekkan orang lain, dengan demikian maka segala kebaikan yang kita lakukan akan menjadi berkat bagi yang memerlukan dan akan berkenan dihadapan Tuhan. (AD)