ada sebuah kisah tentang sepasang suami istri yang berlari menuju helikopter di puncak gedung hotel untuk menyelamatkan diri, saat kebakaran. Mereka menyadari hanya ada satu tempat yang tersisa. Sang suami melompat mendahului istrinya untuk mendapatkan tempat itu, sang istri hanya bisa menatap kepadanya dan meneriakkan sebuah kalimat sebelum helikopter menjauh. Api membesar dan menghanguskan seluruhnya, termasuk sang istri.
Dosen yang menceritakan kisah ini bertanya pada mahasiswa mahasiswinya, menurut kalian, apa yang sang istri teriakkan? Mahasiswa-mahasiswi menjawab : kamu jahat, aku benci, kurang ajar, egois, gak tanggung jawab, gak tau malu dan banyak lagi yang negatif. Dosen itu melihat seorang mahasiswi yang hanya diam saja dan meminta menjawabnya. Mahasiswi itu menjawab: saya yakin si istri pasti berteriak: “Tolong jaga anak kita baik-baik”. Dosen itu terkejut dan bertanya: Apa kamu sudah pernah dengar cerita ini sebelumnya? Mahasiswi itu menjawab : Belum, tapi itu yang dikatakan oleh ibu saya sebelum dia meninggal karena penyakit kronis. Dosen itu menatap seluruh kelas dan berkata : Jawaban ini benar.
Hotel terbakar habis, sang suami kembali ke kota kecilnya dengan air mata yang terus menetes dan menjemput anak mereka yang masih TK dan Balita. Mengasuh mereka sendirian dan kisah tragedi tersebut tersimpan rapat. Anak-anak itu menjadi dewasa. Ketika anak bungsunya membersihkan kamar sang ayah dan menemukan buku harian ayahnya. Dia menemukan kenyataan bahwa orang tuanya ke hotel itu, karena sang ibu sedang berobat jalan. Ibunya menderita penyakit kanker ganas dan akan segera meninggal. Saat darurat itu, ayahnya memutuskan mengambil satu kesempatan untuk bertahan hidup dan menulis di buku hariannya. Aku berharap istriku yang naik ke helicopter itu; tapi demi anak-anak kita, terpaksa dengan hati menangis aku membiarkan kamu terbakar sendirian. Si anak bungsu menceritakan kepada kedua kakaknya dan mereka menyusul sang ayah di kampus. Mereka sujud mencium kaki sang ayah dan mengucap syukur atas perjuangan sang ayah membesarkan mereka, sekalipun dengan beban mental yang demikian berat. Mereka sekarang mengerti hikmah dari cerita nyata tersebut, bahwa kebaikan dan kejahatan di dunia ini tidak sesederhana yang kita pikirkan, ada berbagai macam komplikasi dan alasan di baliknya yang kadang sulit dimengerti. Jangan pernah melihat hanya luarnya saja dan langsung menghakimi, apalagi tanpa tahu apa-apa.
Mereka yang sering membayar untuk orang lain bukan berarti kaya, tapi karena lebih menghargai hubungan dari pada uang. Mereka yang bekerja tanpa ada yang menyuruh bukan karena bodoh, tapi karena lebih menghargai konsep tanggung jawab. Mereka yang minta maaf duluan setelah bertengkar bukan karena bersalah, tapi karena lebih menghargai orang lain. Mereka yang mengulurkan tangan untuk menolongmu bukan karena merasa berhutang, tapi karena menganggap kita adalah sahabat. Mereka yang sering mengontakmu, dan mengajakmu reuni bukan karena tidak punya kesibukan, tapi karena kamu ada di dalam hatinya.
Matius 7:1-2
“Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu” (MC)