Pengenalan kita akan Tuhan Yesus yang penuh kuasa, penuh belas kasih menjadi sedikit terganggu ketika membaca perikop Lukas 19: 45-48, yang menjadi bacaan liturgi pada hari ini, mengungkapkan Yesus marah dan mengusir para pedagang di Bait Allah. Ia bersabda: “Ada tertulis bahwa Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kalian telah menjadikan sarang penyamun!” Ada kesan Tuhan Yesus begitu kasar, sampai mengusir mereka. Bahkan pada kutipan Injil yohanes (2:15), Tuhan Yesus sampai membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka bersama dengan dagangannya, uang penukar dihamburkannya dan meja-meja dibalikkannya. Suatu reaksi yang luar biasa atas keadaan yang terjadi.
Untuk bisa sedikit memahami-Nya, Bait Allah memang menjadi tempat kehadiran Allah secara istimewa, tempat umat berdoa dan memuji Tuhan. Di sini Allah bertemu dengan umat-Nya, mendengarkan permohonan dan seruannya serta pertobatannya. Umat dari segala penjuru datang ke Bait Allah untuk membawa persembahan atau korban. Kalau mereka datang dari jauh, selain agak kerepotan membawa binatang persembahan, juga sering bawaan mereka dianggap tidak layak dan karena itu mereka harus memberi hewan atau binatang yang dijual di sekitar Bait Allah – yang anggaplah seperti sudah berstempel ‘halal’. Nampaknya warna perdagangan, penukaran uang ini lebih ramai, bahkan perjudian dari pada fungsi utama Bait Allah untuk berdoa. Bait Allah sudah kehilangan makna yang sesungguhnya, berubah menjadi tempat perdagangan dan atau sarang penyamun. Tuhan Yesus merasa wajib untuk mengembalikan fungsi dan menyucikannya kembali. Bahkan Dia bersabda: ‘Rombaklah Bait Allah ini, dan dalam tiga hari aku akan mendirikannya kembali’. Yang dimaksudkan oleh Yesus adalah Tubuh-Nya sendiri. Di sini Tuhan Yesus memperluas pengertian tentang Bait Allah, bukan lagi sekedar bangunan yang terbuat dari kayu dan batu, melainkan dari manusianya sendiri. Yesus sendiri mememberikan diri seutuhnya untuk keselamatan manusia. Ia menjadi Tubuh Mistik, di mana Allah yang meraja dan berkehendak menjadi nyata. Dengan pengertian ini setiap orang bisa menjadi Bait Allah. Allah berkenan mengangkat tubuh setiap orang untuk menjadi tempat kehadiran-Nya, tempat tinggal dan meraja. Maka betapa mulia dan luhurnya kita, karena Tuhan berkenan tinggal di dalam diri kita masing-masing. Semoga lewat sikap, tutur kata dan perilaku kita senantiasa menjunjukkan Allah yang berbelas kasih, Allah yang senantiasa menawarkan keselamata dan kedamaian. Tuhan memberkati tubuh dan kehidupan kita masing-masing. (TS)