Biasanya ketika ada pemilihan pengurus Gereja atau pelayanan Gereja, mulai dari pengurus lingkungan, Dewan Pastoral Paroki sampai pada asisten imam atau prodiakon ada rupa-rupa sikap dari orang yang dipilih. Ada yang dengan alasan imannya, langsung menerima itu; ada juga yang selalu menghindar atau menolak dengan alasan belum pantas.
Kutipan Mrk. 2: 13-17 menjadi sangat menarik bila dihubungkan dengan soal kepantasan. Kehadiran dan kebersamaan Yesus dengan para pemungut cukai sudah menimbulkan pergunjingan diantara para ahli Taurat dan orang-orang Farisi dan mempermasalahkannya. Mereka merasa diri orang yang paling taat terhadap segala peraturan keagamaan dan Kitab Taurat dan karenanya merasa diri selalu benar dihadapan Allah. Maka mereka mempertanyakan, ‘Mengapa Gurumu makan bersama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?’ Atas persoalan ini, Yesus sendiri menanggapinya: ‘Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit! Aku datang bukan untuk memanggil orang benar melainkan orang berdosa!
Kalau kita merenungkannya lebih mendalam lagi, sebagai seorang beriman kapan kita berani menyatakan diri pantas, atau sudah selayaknya atau merasa diri sudah seharusnya untuk jabatan-jabatan dan pelayanan tertentu dalam Gereja? Perkiraanku tidak ada orang yang berani menilai dirinya sebagai yang pantas dan selayaknya. Bagi mereka yang menyanggupi atas pilihan itu, umumnya adalah karena kesadaran imannya sebagai warga Gereja untuk mau terlibat dalam dinamika kehidupan menggereja. Orang-orang Farisi dan ahli Taurat memandang diri sebagai yang selayaknya dan sepantasnya, sementara si Lewi tidak membuat banyak alasan dan langsung berdiri dan mengikuti Yesus ketika dipanggil ‘ikutlah Aku’. Gerakan spontan si Lewi didorong oleh hatinya yang telah terpesona kepada Yesus dan secara konkret mengalami sendiri langsung bagaimana Yesus tidak membeda-bedakan dalam pergaulan-Nya. Yesus memanggil siapa saja yang mempunyai hati terbuka untuk mengikuti jalan keselamatan yang ditawarkan-Nya.
Spontanitas reaksi yang lepas bebas seperti si Lewi inilah yang mestinya menyemangati setiap orang kristiani yang bertanggungjawab atas imannya untuk bertumbuh dan terlibat. Tuhan memberkati kita sekalian. (TS)